Stories | View this story in English

Menciptakan Agen Perubahan

Wulan lahir sebagai putri pedagang kaki lima, dan tumbuh menjadi seorang agen perubahan.

01

KISAH WULAN

Ketika kamu ingin mengetahui bagaimana sebuah negara memperlakukan masyarakatnya, cara cepat untuk mengetahuinya adalah dengan berbicara kepada pedagang kaki lima—para perempuan dan laki-laki yang berdagang sayur-mayur, pakaian bekas dan barang kerajinan dengan menggunakan gerobak dan kios semi permanen. Bukan suatu kebetulan jika ada yang mengatakan bahwa faktor yang memicu terjadinya “Kebangkitan Dunia Arab” adalah keputusasaan pedagang kaki lima, orang Tunisia bernama Tarek el-Tayeb Mohamed Bouazizi, yang membakar dirinya ketika barang dagangannya disita oleh seorang pejabat kota karena dirinya tidak memiliki izin untuk berdagang.

“Ibu saya bekerja sebagai asisten rumah tangga (pembantu rumah tangga) dan ayah saya adalah kondektur angkutan umum,” jelas Wulan. “Tetapi gajinya sangat sedikit dan bahkan tidak mencukupi untuk dapat menyekolahkan saya ke taman kanak-kanak. Sehingga, mereka beralih menjadi pedagang kaki lima seperti orang tua mereka, dengan berjualan jus buah di teras rumah nenek saya.”

AWALNYA, ORANG TUA WULAN MENYEKOLAHKAN ANAK-ANAKNYA DARI HASIL BERJUALAN BARANG DI JALANAN.
Local fisherwoman Nilawati runs a training on diversifying income for other women in her community due to budget credibility issues facing fisherfolk in Indonesia.

Wulan sangat beruntung. Warga desa sangat menyukai racikan orang tuanya sehingga usaha keluarganya berkembang menjadi warung makan, kemudian mengubah bagian rumah kakek-neneknya menjadi restoran. Mereka telah menjalankannya sejak tahun 1986 dan Citra Rasa sekarang bahkan telah memiliki bangunan sendiri. Orang tuanya mampu menyekolahkan Wulan ke universitas, di mana dia dengan cepat turut aktif di majalah mahasiswa dan kegiatan-kegiatan sosial kemasyarakatan .

“Orang tua saya selalu menekankan sebuah istilah yang cukup terkenal di Indonesia : ‘lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah’ (lebih baik memberi daripada menerima),” kata Wulan, menjelaskan jalan hidup yang dipilihnya. “Ayah saya sangat terlibat di berbagai kegiatan masyarakat dan mendorong kami untuk ikut terlibat dengannya. Kami sudah terbiasa saling terbuka dan bertukar pikiran.”

WULAN BERSAMA ADIKNYA DI DEPAN RESTORAN ORANG TUA MEREKA.

Kebanyakan pedagang kaki limatidak memiliki nasib baik sebagaimana orangtuanya. Dan Wulan tidak pernah melupakan akarnya. Suatu hari, salah satu temannya mengundang untuk menghadiri forum komunitas yang diselenggarakan oleh the Indonesian Partnership on Local Governance Initiatives (IPGI), sebuah NGO di Bandung, yang mengumpulkan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas tantangan yang dihadapi masyarakat dilingkungannya sekaligus dan merumuskan solusinya. Wulan mulai sering menghadiri pertemuan tersebut secara teratur dan sering aktif berbicara. Salah satu sesi memfokuskan diskusinya pada perencanaan perkotaan. Saat itulah Wulan melihat kesempatannya berbicara untuk pedagang kaki lima.

“Terminal transportasi umum sangatlah tidak beraturan, karena pedagang kaki lima memadatinya bercampur dengan delman, becak dan bus,” ingatnya. “Ruangan di pasar yang mereka gunakan terlalu kecil, sehingga membuat para pedagang berjualan di bahu jalan yang tidak aman dan membuat situasi lalu lintas menjadi sangat kacau.”

PEDAGANG KAKI LIMA SERINGKALI SEMRAWUT DIKARENAKAN KURANGNYA PERENCANAAN TATA RUANG.

Saat itu, pemerintah daerah sedang membuat perencanaan tata ruang, tetapi tidak ada warga yang terlibat yang menyebabkan gelombang protes dari masyarakat. Melalui IPGI, warga menuntutpemerintah untuk mengulangi proses perencanaan tersebut, dan kali ini dengan melibatkan peran aktif masyarakat setempat.

 

“Di saat itulah pertama kali saya terlibat dalam advokasi anggaran ,” jelas Wulan. “IPGI telah mendorong saya, karena sangat sedikit perempuan yang berpartisipasi dan berani menyampaikan pendapat mereka. Ketika itu diskusi-diskusi banyak didominasi oleh kaum laki-laki”

Tak lama setelah itu, IPGI membuka lowongan kerja untuk posisi pendamping komunitas. Wulan melamar dan dipekerjakan, untuk melanjutkan kerja gadvokasi hak-hak PKL. Kapasitas Wulan berkembang seiring tanggung jawabnya dalam melakukan pendidikan komunitas, sehingga orang lain dapat mengikuti jejak langkahnya.

 

Dalam banyak hal, bagaimanapun,itu baru saja permulaan cerita. Wulan telah menemukan identitasnya sebagai seorang agen perubahan, tetapi bagaimana dia berkembang menjadi agent perubahan yang baik/efektif—seorang pemimpin seperti dia hari ini—adalah “bab 2.”

02

KEKUATAN JARINGAN

Di tahun 2001 ketika Wulan bergabung sebagaistaf IPGI, yang kemudian berubah nama menjadi Perkumpulan Inisiatif (Pusat Nasional untuk Kepemimpinan Indonesia).

 

“Dalam pekerjaan saya, saya telah melakukan banyak perjalanan ke berbagai penjuru desa, saya telah berbicara dengan banyak petani, tukang becak, pedagang kaki lima, pengusaha,” kata Wulan. “Saya belajar cara melobi dan bernegosiasi. Saya belajar secara mendalam tentang kewajiban pemerintah untuk memberikan layanan publik, hak orang untuk berbicara dan untuk terlibat secara aktif dalam proses pembuatan kebijakan. Saya belajar berempati, berpikiran kritis dan analitis, serta pengorganisasian masyarakat. ”

Pengalaman di lapangan bersama Inisiatif telah membuat kemampuan Wulan semakin berkembang. Donny Setiawan, yang menjadi direktur eksekutif dan sekretaris jenderal organisasi ini sejak tahun 2009, memberikan penghargaan kepada IBP yang telah berkontribusi atas kemunculan Inisiatif di tingkat nasional. Kedua organisasi ini sering bekerjasama saat Donny masih aktif berkegiatan di Inisiatif.

“Kami tahu Indonesia, tetapi kesempatan untuk mempelajari dan terlibat dalam perkembangan regional dan global, serta untuk belajar dari kelompok anggaran lainnya dari berbagai negara, telah membawa kami ke tingkat berikutnya,” jelas Donny, yang belakangan ini bergabung dengan tim Indonesia IBP sebagai senior program officer.

AFILIASI DENGAN IBP BERARTI BERPARTISIPASI DI KEGIATAN-KEGIATAN JARINGAN

Aideen Gilmore, manajer tim Pelatihan IBP, Technical Assistance and Networking (TTAN), setuju: “Memfasilitasi jaringan pembelajaran antar mitra sangatlah penting bagi misi kami. Kami telah membuat jaringan pembelajaran dengan 35 organisasi anggaran terkuat di seluruh dunia. Mereka memiliki pengalaman yang signifikan di negara mereka masing-masing tetapi dapat mengambil manfaat dari berbagai pengalaman di tempat lain. Meskipun IBP membawa keahlian yang cukup dan sumber daya lainnya , saya harus mengatakan sekitar 70% peran kami adalah fasilitator yang membawa kelompok-kelompok ini saling terhubung sehingga mereka dapat saling belajar.”

Salah satu program pengembangan jaringan dan profesional yang disediakan oleh IBP, yang menurut Wulan sangat penting bagi keberlanjutan perkembangannya sebagai pembuat perubahan, adalah is the Leadership Development Initiative (LDI), yang dirancang oleh IBP bekerja sama dengan Thunderbird School for Global Management. Diluncurkan pada tahun 2019, inisiatif yang rencananya akan dilaksanakan selama 18 bulan ini melibatkan 12 orang calon pemimpin masa depan yang berasal dari Amerika Latin, Afrika dan Asia dan belajar berbagai topik, seperti gaya kepemimpinan, strategi pengembangan, budaya organisasi, dan manajemen hubungan.

“Kebanyakan organisasi masyarakat sipil yang fokus pada anggaran, memiliki keterampilan manajemen keuangan yang baik tetapi sedikit kesulitan dalam aspek pengembangan organisasi. Isu anggaran masih baru dalam banyak hal, ”jelas Aideen.

IBP menyadari bahwa kami dapat memberikan kontribusi signifikan dengan membantu mengembangkan isu anggaran dengan menghubungkan pemimpin-pemimpin yang kuat. Kami telah melihat beberapa organisasi mengalami krisis karena tidak ada yang siap untuk bergerak ketika direktur pedahulunya pensiun atau meninggalkan organisasi tersebut.

Dengan cepat Donny menaruh nama Wulan di depan untuk berpartisipasi di kelompok pertama—kesempatan untuk menumbuhkan jumlah perempuan yang berkualitas di bidang kepemimpinan manajemen keuangan publik yang umumnya didominasi laki-laki. faktanya, dari 12 peserta pertama LD,ada tujuh laki-laki dan lima perempuan.

KELOMPOK PERTAMA THE LEADERSHIP DEVELOPMENT INSTITUTE

“Saya mencalonkan Wulan karena dia merupakan salah satu yang terbaik di Inisiatif,” kata Donny. “Sekarang, demi kariernya dan masa depan Inisiatif, Wulan harus terus berkembang untuk menghadapi dan menangani tantangan yang lebih besar dan lebih luas. Melalui LDI, IBP telah memberikan Inisiatif kesempatan untuk memperkuat calon pemimpin masa depan organisasi dengan sebaik mungkin.”

Sebagai bagian dari pengalaman LDI, setiap peserta memilih satu fokus tantangan kepemimpinan pribadi yang yang akan mendapatkan dukungan program . Salah satu prioritas yang dipilih Wulan adalah meningkatkan keterampilannya dalam berbahasa Inggris, yang memungkinkannya berpartisipasi di forum internasional, termasuk melalui publikasi.

Saya juga ingin fokus pada komunikasi, sebuah strategi untuk berbagi data anggaran yang kami miliki kepada masyarakat, seperti pedagang kaki lima, sehingga mereka menyadari pentingnya informasi ini bagi mereka.

Wulan memiliki banyak ambisi untuk memanfaatkan pengembangan dirinya demi membantu INISIATIF, termasuk memulai inisiatif kecil kepemimpinan demi mengembangkan sesuatu yang lebih baru, seperti melakukan advokasi anggaran di kampung halamannya seperti yang dulu dia pernah lakukan.

03

SEPERTI APAKAH KEBERHASILAN ITU

Salah satu tujuan IBP adalah untuk membangun kapasitas organisasi masyarakat sipil serta membantu mengembangkan staf-anggota mereka sehingga mereka dapat membagikan kemampuan mereka dengan orang lain, terutama mereka yang paling terpinggirkan.

 

Wulan telah melakukannya. Di tahun 2004 ia bertemu Heri Feridan, seorang petani dan aktivis lingkungan di daerah Bandung. Anak bungsu dari tujuh bersaudara, Heri menjadi yatim piatu ketika ia masih di kelas satu, dan dibesarkan oleh kakak sulungnya, seorang petani di daerah pedesaan, area pertanian di Indonesia.

 

“Saya menyukai alam dan bercocok tanam. Namun seiring bertambahnya usia, saya melihat masalah dalam kehidupan para pekerja di bidang pertanian, ”Heri menjelaskan, bahwa meskipun teh merupakan tanaman tradisional, banyak petani beralih menjadi peternak domba atau petani sayuran seperti kol, kentang, dan wortel. “Hanya ada sedikit tanah yang tidak dikendalikan oleh negara, yang berarti [pemerintah] dapat mengambil kendali kapan saja. Selain itu, mereka kurang mendapatkan pendidikan tentang ilmu pertanian. Dengan demikian, metode pengelolan lahan yang tidak berkelanjutan adalah hal yang biasa terjadi.”

HERI BEKERJA DI LADANG.

Heri sendiri mengalami kesulitan mencari nafkah dari bertani dan seringkali terpaksa bekerja sampingan seperti petugas pompa gas. Dia bahkan sempat tergoda dengan ide untuk bergabung dengan TNI. Kemudian, pada tahun 2004, ia dikirim oleh kakak pertamanya untuk menghadiri pertemuan yang didukung oleh Inisiatif untuk melatih para fasilitator komunitas. Beberapa “kader” inisiatif yang telah mendapat pelatihan pengorganisasian telah memotivasi dia untuk terlibat lebih jauh, dan segera setelah itu, dia bergabung dengan program Sepola (Sekolah Politik Anggaran) yang diselenggarakan oleh Inisiatif, di mana Wulan menjad koordinatornya.

 

“Saya benar-benar baru ikut pertama kali saat itu,” kenang Heri. “Saya acuh tapi tidak punya pekerjaan apapun, jadi saya pergi. Tetapi di pertemuan tersebut, saya tercerahkan tentang kekuatan advokasi. Saya menyadari bahwa kita sebagai warga negara memiliki hak. ”

 

Wulan menambahkan: “Hal yang paling mengejutkan tentang Heri adalah ketika saya pertama kali bertemu dengannya, yaitu rambutnya yang panjang, dan pembawaannya yang ceroboh. Hobinya adalah menyanyi dan berpuisi. Jadi, Anda mungkin tidak mengira bahwa dia akan terlibat dalam organisasi masyarakat. Tapi dia sangat kritis dalam berpikir dan sangat antusias dalam belajar”

HERI SEKARANG SEDANG MELATIH ORANG LAIN DI KOMUNITAS PERTANIANNYA.

Heri sempat mencalonkan dirinya untuk menjadi kepala desa, sehingga dia secara langsung bisa memengaruhi pengeluaran publik dari “dalam.” Meskipun dia mengatakan bahwa dia belum mencapai prioritas yang diidamkannya seperti menyediakan lahan untuk petani dan memperjuangkan asuransi kesehatan desa, tapi dia telahmengetahui caranya sekarang dan percaya bahwa kesuksesan akan datang.

“Anggaran negara rentan untuk dipolitisasi dan dimonopoli,” kata Heri. “Itu bahkan bisa digunakan untuk mengintimidasi publik. Tapi itu berasal dari pajak kita dan harus dikembalikan kepada rakyat.”

semangat Wulan kembali terulang pada Heri dan sekarang berlipat ganda melalui orang lain yang dilatihnya. Itulah caranya agen perubahan terbentuk.

About this story
Related topics & Initiatives
Related Countries & Regions